Teritis.id, Jambi - Pada bulan Juli 2022, Dr. As’ad, M.Pd menerima keputusan Menteri pendidikan, Kebudayaan, Risetm dan Teknologi Republik Indonesia perihal kenaikan jabatan akademik dirinya menjadi Guru Besar. Sejak saat itu pula Dr. As’ad sah memperoleh jabatan guru besar. Hal ini tentu menjadi kebanggaan bagi UIN Jambi secara kelembagaan karena telah menambah guru besar dan jumlah SDM yang mumpuni di lingkungan UIN Jambi.
Guru besar tentu bukan sembarang gelar, Prof. puncak tertinggi gelar akademik yang diberikan kepada seseorang setelah melewati berbagai rangkaian kegiatan akademik, menulis karya ilmiah, jurnal ilmiah, menyuarakan gagasan-gagasannya, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat. Guru besar menjadi panggilan pengabdian kepada masyarakat secara luas melalui ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, seluruh warga UIN Jambi dan masyarakat berhak berbangga dan merayakannya.
Namun, tampaknya legalitas dirinya sebagai guru besar tidak demikian mendapat respon yang baik dari Rektor UIN Jambi. Hal ini tentu menjadi tanda tanya besar bagi profesionalitas Rektor UIN Jambi. Hal ini dikarenakan terdengar komentar Rektor bahwa pengukuhan guru besar tidak lebih penting dari kegiatan-kegiatan kampus lainnya.
Sejak penerimaan SK Guru Besar, Prof. As’ad telah dua kali mengajukan pengukuhan dirinya sebagai guru besar di UIN Jambi. Namun, hal demikian tidak mendapati tanggapan dari pimpinan UIN Jambi. Pengajuan pertama pada 8 Agustus 2022, dan 26 Januari 2023 pengajuan kembali dilakukan. Namun belum ada jawaban dari Ketua Senat UIN Jambi.
Tampaknya ada upaya menunda-menunda, melambat-melambat, dan bertele-tele untuk mengukuhkan guru besar. Padahal pengukuhan guru besar seharusnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi sebuah universitas dan lembaga. Namun UIN Jambi memperlakukan sebaliknya.
Mendekati satu tahun jabatan guru besar disandangnya, Prof. As’ad belum ada kabar kapan akan dikukuhkan. Tentu melambatnya pengukuhan guru besar sama halnya menunda kebahagiaan seseorang, keluarga, sahabat, dan warga kampus UIN Jambi.
Respon pimpinan UIN Jambi yang perlu digarisbawahi, banyak kegiatan penting dari pada pengukuhan guru besar. Ini bukan soal penting atau tidaknya, tapi soal bagaimana pimpinan UIN Jambi, menghargai, mengapresiasi dan ikut berbahagia atas capaian seorang dosen di bawah pimpinannya.
Ibaratnya, SK Guru Besar itu akadnya, dan Pengukuhan itu Resepsinya. Apakah ada seseorang yang bersedia untuk tidak menggelar resepsi pernikahan. Tentu ada, tapi apakah ada kurangnya, tidak juga. Misalnya, Rektor UIN Jambi apakah ia senang, bangga, atau bahagian jika anaknya tidak diadakan resepsi pernikahan. Tentu orang akan berpikir, "sayang sekali kebahagiaan pak rektor tidak diikuti dengan kebahagiaan orang lain atas pernikahan anaknya".
Sekali lagi, soal lambatnya pengukuhan bukan soal penting dan tidak penting, sah atau tidak. Tapi soal orang yang berbahagia di sekelilingnya. Jika ada orang yang berbahagia dan kita mengambil atau merebut kebahagiaan itu tentu tidak pantas rasanya, seperti penyakit SMS (susah melihat orang senang). Jika ada pimpinan seperti itu sangat disayangkan bukan?
Social Plugin